"Resensi Novel Ayat-Ayat Cinta"

Judul : AYAT AYAT CINTA
Penulis : Habiburrahman El Shirazy
Penerbit : Republika
Tahun terbit : 2004
Isi : 418 halaman
Peresensi : Ilham Azmy ( XI IPA 1 )

Ayat-ayat cinta adalah sebuah novel 411 halaman yang ditulis oleh seorang novelis muda Indonesia kelahiran 30 September 1976 yang bernama Habiburrahman El-Shirazy. Ia adalah seorang sarjana lulusan Mesir dan sekarang sudah kembali ke tanah air. Sepintas lalu, novel ini seperti novel-novel Islami kebanyakan yang mencoba menebarkan dakwah melalui sebuah karya seni, namun setelah ditelaah lebih lanjut ternyata novel ini merupakan gabungan dari novel Islami, budaya dan juga novel cinta yang banyak disukai anak muda. Dengan kata lain, novel ini merupakan sarana yang tepat sebagai media penyaluran dakwah kepada siapa saja yang ingin mengetahui lebih banyak tentang Islam.

Novel ini bercerita tentang perjalanan cinta dua anak manusia yang berbeda latar belakang dan budaya, yang satu adalah mahasiswa Indonesia yang sedang studi di Universitas Al-Azhar Mesir, dan yang satunya lagi adalah mahasiswi asal Jerman yang kebetulan juga sedang studi di Mesir.

Novel ini terdiri dari banyak kata-kata yang mungkin sedikit asing di telinga kita. Mengapa demikian? Karena setting pada novel ini adalah di kota Mesir, jadi tentulah banyak istilah-istilah asing. Semakin membaca, istilah asingnya semakin banyak, ada Arab, Jerman dan Inggris juga.

Tapi bukan berarti tidak menarik. Saya rasakan perasaan yang sulit diungkapkan, membaca di zaman seperti ini, ada orang yang haus ilmu. Mengaji pada seorang ustadz dengan jarak puluhan kilometer, ditempuh dalam waktu tidak sebentar. Sungguh, itu sebuah kabar yang jarang sekali saya dengar, apalagi di zaman sekarang ini. Dan itu dilakukan dalam keadaan terik matahari musim panas di Mesir yang mencapai 40 derajat lebih. Subhanalloh. Tapi justru cerita inilah yang menggugah hati kita.

Ada juga cerita pada novel tersebut yang menceriterakan mimpi Fahri saat bertemu dengan Ibnu Mas’ud. Membuat perasaan saya ikut mengharu-biru.Tidak salah memang kalau novel ini disebut novel penggugah jiwa. Sosok Fahri juga merupakan sosok yang patut diteladani, ia seorang laki-laki yang baik hati, ramah, dan peka terhadap kondisi sosial di tempat diman ia kuliah.

Kisah Fahri yang ingin menikah, kemudian ada perang batin di saat-saat memutuskan untuk menikah, karena ada wanita lain yakni Maria yang juga sama-sama mencintai Fahri. Selanjutnya ada adegan dalam penjara Mesir saat Fahri dipenjara. Itu juga mengingatkan saat-saat para ulama dipenjara. Ada juga cerita cinta yang tersembunyi pada novel ini, seperti ketika Nurul mencintai Fahri, tapi Nurul tak mampu untuk mengungkapkannya. Jadi pada cerita Nurul ini, sudah tidak zaman lagi memendam rasa cinta. Seharusnya jika novel “Ayat-ayat cinta” memang menceritakan keadaan pada zaman ini, perempuan harus tidak malu lagi jika mengungkapkan rasa cintanya kepada kaum laki-laki.

Salah satu kelebihan novel tersebut yakni banyak hikmah yang bisa kita ambil dari novel tersebut. Terutama kisah cinta Fahri dan Aisha yang tetap kuat walaupun banyak cobaan yang menerjang. Apalagi pada saat Fahri dipenjara karena dituduh memperkosa Noura, Aisha tetap sabar akn cobaan yang menimpa suaminya tersebut. Dan puncaknya ketika Aisha harus merelakan suaminya untuk menikah lagi dengan Maria karena pada saat itu Maria sedang sakit. Dan akhirnya Fahri pun bisa terlepas dari tuduhan Noura, sehingga Fahri pun bisa bebas dan memulai biduk rumah tangganya dengan Maria dan Aisha. Sampai akhirnya, Maria meninggal dalam keadaan muslim.

Dan bila dilihat secara keseluruhan dari cerita novel tersebut, banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil, sehingga saya sarankan kepada seluruh masyarakat terutama kawula muda untuk membaca novel “Ayat-ayat cinta”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Asal Tasik, Jadi Duta Indonesia ke Amerika

Mahasiswa IDEAL: Disiplin, Solutif, Prestatif, dan Komunikatif